Munirotun
Nisak (26.1.1.1.016)
“AYAM
BAKAR DAN GORENG BU TUM”
Berakit-rakit
ke hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang
kemudian. Seperti itulah kiranya perjuangan yang harus dialami oleh pasangan
Sugeng Prayitno (67) dan Tuminah (58) dalam hidup ini.
pasangan suami istri ini merupakan pengusaha
rumah makan ayam yang saat ini terkenal dengan nama “Ayam Bakar dan Goreng Bu
Tum.” Sejakb 1988 Bu Tum (panggilan Tuminah) berjualan ayam, bermula dari
jualan ayam mentah 1 ekor keliling di
daerah Windan, Makamhaji dia menjalankan usahanya. Walaupun saat itu hanya
mendapatkan laba yang tidak seberapa, namun ia sangat bersyukur dan selalu
semangat.
Dalam melakukan usaha ini bukan tanpa perjuangan
banyak sekali hambatan yang ia alami, dengan bermodalkan meminjam uang dari bank
plecet (rentenir), yang setiap sorenya pun langsung ditagih. “Saya pernah mbak, pinjam uang dari bank
plecet ternyata jatuh di jalan, sampai di rumah saya cari di kantong rok
sudah tidak ada, padahal saat itu untuk modal usaha saya ini supaya lebih
maju.” ungkap Bu Tum dengan logat jawanya yang kental.
Ia mulai mengembangkan usahanya tersebut dari
yang awalnya 1 ekor ayam mentah, kini sedikit demi sedikit ia mulai menambah
ayam yang ia jual, setiap hari mulai dari jam 3 pagi suaminya Sugeng Prayitno
selalu siap untuk membeli ayam di Pasar Silir Solo.
Dengan
mengayuh sepeda onthelnya walaupun begitu jauh ia sangat bersemangat
untuk melakukan demi anak dan istrinya. Biasanya ia sampai rumah sekitar jam 7,
dan kemudian ayam dipotong terlebih dahulu, kemudian dimasak, setelah itu dipotong berikutnya digoreng dan dijual
kemasyarakat sekitar.
Selama
hampir 8 tahun Bu Tum tetap berjualan ayam mentah, kemudian pada suatu hari ia
melihat tetangganya membawa ayam goreng utuh yang dikemas dan ditaburi kremes
begitu bagus dan diberikan olehnya. Setelah ditanya ternyata ayam goreng
tersebut dibeli ketika di Yogyakarta. Dari situlah Bu Tum memilki inisiatif
untuk menjual ayam goreng dan kemudian berlanjut keayam bakar, serta bebek
goreng. “Saat itu saya belum tahu cara membuat kremes itu bagaimana kira-kira 3
bulan baru bisa jadi, la saya mau tanya, tanya ke siapa mbak la wong
juga gak ada yang tahu”. Kata Bu Tum panggilan akrabnya.
Hingga
pada 1996 ia pun mulai membuka kios kecil di samping rumahnya untuk
mengembangkan usahanya, tidak disangka pembelinya pun banyak tidak hanya
masyarakat sekitar namun juga dari luar kota, sampai sekarang pun demikian
pelanggan baik dari daerah Solo, maupun luar kota seperti Surabaya, Yogyakarta,
Semarang dan yang lainnya semakin banyak.
Atas
kehendak Allah, dari usaha ini ia bisa membesarkan dan menyekolahkan empat
anaknya Sarwo Edi, Hendri, Ari Windaningsih, dan Bayu Aji. Saat ini Bu Tum
telah memilki cabang di Jaten Karanganyar, Baki Kwarasan, Ngabeyan Kartasura,
Kalioso, Kudus, Bekonang, dan Banyuanyar yang masing-masing dimilki oleh
anak-anaknya tersebut.
Usaha
ini pun tidak serta merta dimiliki sendiri, namun ditularkan ke adik-adiknya
yang sekarang juga sudah berkembang yaitu Ayam Goreng dan Bakar Pak Cipto, serta Ayam Kampung Mbak Yanti yang masing-masing berada di
daerah Gembongan, Kartasura. “Setiap usaha pasti ada jalannya dan yakinlah
bahwa Allah selalu tahu apa yang terbaik
untuk kita, dan waktu adalah uang” itulah pesan dari Bu Tum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar